Kesan Buku: THE HATE U GIVE (BENCI YANG KAUTANAM) - Angie Thomas

Benci yang Kautanam

    Buku ini sebenarnya buku yang saya beli di luar wishlist. Waktu itu saya beli buku ini ketika sedang berbelanja di Hypermart dan kebetulan Gramedia sedang buka lapak buku diskon 50% di depan Hypermart. Potongan harga 50%, tentu saja saya tergoda. Lalu saya iseng lihat-lihat buku yang dipajang di sana, dan kemudian saya menemukan buku ini, The Hate U Give. Jadi, buku ini  saya beli dengan harga Rp57.000 dan ya, it's a luck for me, dapat buku bagus dan murah.

    Kesan Buku The Hate U Give ini akan saya bagi berdasarkan pembagian yang sudah ada di buku ini. Jadi cerita di buku ini dibagi menjadi 5 bagian, yaitu:
- Bagian 1: Saat Kejadian
- Bagian 2: Lima Minggu Sesudah Kejadian
- Bagian 3: Delapan Minggu Sesudah Kejadian
- Bagian 4: Sepuluh Minggu Sesudah Kejadian
- Bagian 5: Keputusan━Tiga Belas Minggu Sesudah Kejadian
Tapi, mungkin saya nanti tidak menjabarkan kesan per bagian, bisa saja saya memberikan kesan untuk dua sampai tiga bagian sekaligus.
 Kenapa? Ya, namanya juga kesan, kan, subjektif, jadi ya konsep tulisannya suka-suka saya. *Oke, ini alasan aja, my bad, belum menemukan dan masih mencari formula yang bagus dan nyaman buat nulis di label Kesan Buku ini.

    Membaca buku ini menghabiskan waktu 20 hari buat saya. Lama, ya? Iya, hahaha. Jadi lama itu karena selain saya ada kesibukan lain, tapi saya juga mencari kondisi yang senyaman mungkin untuk saya baca buku, dan saya bacanya dihemat-hemat karena sedang banyak keperluan untuk saya beli sehingga anggaran untuk beli buku jadi saya kurangi, makanya baca bukunya dihemat biar intensitas belanja bukunya juga berkurang. Ah, out of topic, oke kita kembali ke topik.

Kesan Bagian 1: Saat Kejadian

    Saat membaca bagian awal buku ini, emosi saya sudah dibuat berguncang oleh penulis karena kejadian yang terjadi, yaitu kejadian dibunuhnya Khalil oleh salah seorang polisi. Khalil ini adalah teman kecilnya Starr. Saat kejadian tersebut, sebenarnya Starr sudah lama tidak bertemu Khalil, namun yang namanya teman kecil, menghabiskan masa-masa tumbuh menjadi anak remaja bersama, lalu melihatnya dibunuh di depan mata, tentu saja rasanya sangat mengerikan. Saya sebagai pembaca pun ikut terguncang. Entah mungkin karena cerita ini dibawakan dengan sudut pandang orang pertama atau karena penulisnya yang memang pandai memainkan emosi pembaca, saat saya membaca buku ini rasanya nyata sekali sehingga saya bisa sangat berempati pada emosi dan perasaan tokoh utama, Starr. Saya bisa sangat begitu tegang ketika membaca adegan mobil yang ditumpangi Khalil dan Starr diberhentikan polisi. Saat membaca bagian itu juga saya mengingat betul nasihat ayah Starr untuk tidak membuat gerakan mendadak, tangan harus selalu terlihat, dan hanya bicara jika diajak bicara apabila bertemu dengan polisi. Sebegitu mengancamnya polisi bagi mereka. Saya ingat betapa sesak dan sakitnya hati saya saat membaca adegan penembakan Khalil sebanyak tiga kali, ketika mata Khalil menatap langit, ketika darah Khalil membasahi jalan, ketika Khalil... pergi. Perasaan traumatik Starr kepada polisi pun juga bisa saya rasakan, hanya membaca kata "Polisi" saja sudah bisa membuat saya tegang dan bergidik. Perlakuan tidak adil pada mereka, orang kulit hitam Amerika, itu terasa begitu nyata, dekat, dan memang benar ADA saat saya membaca buku ini.

Kesan Bagian 2: Lima Minggu Sesudah Kejadian, Bagian 3: Delapan Minggu Sesudah Kejadian, dan Bagian 4: Sepuluh Minggu Sesudah Kejadian.

    Cerita pada bagian 2-4 banyak berfokus pada upaya yang dilakukan tokoh utama, Starr, untuk mendapat keadilan dari kematian Khalil dengan menggunakan senjatanya, mulut, untuk berbicara. Starr menghadiri wawancara di televisi agar bisa menyampaikan bagaimana sebenarnya kejadian dibunuhnya Khalil itu terjadi, karena dialah satu-satunya saksi pada kasus tersebut. Starr juga menghadiri sidang dengan Dewan Juri sebagai saksi untuk menentukan apakah polisi yang menembak Klhalil akan dituntut atau tidak. 

Kesan Bagian 5: Keputusan━Tiga Belas Minggu Sesudah Kejadian

    Bagian ini tentu merupakan klimaks dari cerita dalam buku ini. Berisi tentang keputsan Dewan Juri terhadap polisi yang membunuh Khalil, si Satu-Lima-Belas, apakah ia akan dijatuhi hukuman atau tidak. Cerita pada bagian ini tidak hanya berfokus pada hasil keputusan Dewan Juri, melainkan juga perubahan yang terjadi di sekitar tokoh utama, baik perubahan pada keluarganya, teman-temannya di Garden Heights, serta teman-temannya di SMA Williamson.

Kesan Catatan Penulis

    Karena bagian Catatan Penulis meninggalkan kesan bagi saya, maka kali ini saya juga mau menuliskan kesan mengenai bagian ini. Pada bagian ini penulis menceritakan latar belakang mengapa ia menulis novel The Hate U Give, yang mana, ternyata cerita di buku ini di latar belakangi oleh pengalaman penulis. Terdapat banyak kesamaan antara pengalam yang dialami penulis dengan cerita tokoh buatannya, Starr Carter. Angie Thomas, penulis novel ini sejak kecil tumbuh di lingkungan dengan stereotip daerah yang memiliki angka kriminalitas tinggi, banyak pengedar obat terlarang, penembakan, serta stereotip lingkungan "ghetto" lainnya. Namun, baginya tetangga-tetangganya di lingkungan tersebut adalah keluarganya. Saya pribadi yang tinggal di lingkungan bertetangga dengan suasana kekeluargaan, bisa paham bagaimana rasanya, ketika tetangga sudah seperti keluarga sendiri. Seperti itulah lingkungan tempat penulis tumbuh. Tetapi, banyak kasus di Amerika Serikat ketika orang-orang yang tinggal di lingkungan "ghetto" dibunuh dan pembunuhnya tidak diadili secara pantas, banyak orang merasa bahwa itu wajar, seakan-akan orang-orang yang tinggal di lingkungan ghetto memang memiliki nyawa yang murah, pantas mati, dan pantas dibunuh. 

    Angie Thomas menuangkan keresahannya dengan kasus-kasus pembunuhan warga kulit hitam Amerika seperti yang terjadi pada Emmet Till, Oscar Grant, dan banyak korban lainnya dengan menjadikannya karakter Khalil di buku ini. Thomas berharap bahwa kita yang membaca ceritanya dapat memahami dan merasakan pengalaman orang-orang terdekat korban, bahwa korban memiliki keluarga dan teman-teman yang peduli, menyayangi, dan bergantung padanya. 

    Menurut saya, penulis berhasil membuat kasus kematian Khalil terasa begitu nyata dan dekat. Saya bisa merasakan bahwa kasus-kasus serupa memang benar ada dan terjadi di dunia nyata. Gejolak yang dirasakan keluarga dan orang-orang terdekat korban pun memang nyata dan ada. 

    Yup, itulah kesan-kesan yang saya peroleh setelah membaca buku The Hate U Give ini. O iya, bagi kalian yang belum tahu, cerita di buku ini sudah difilmkan, loh, dengan judul yang sama dengan bukunya, The Hate U Give. Saya sendiri masih galau mau menonton filmnya atau tidak, karena saya takut merasa kecewa atau geregetan jika filmnya tidak sesuai dengan ekspektasi saya yang sudah membaca bukunya. Saya bahkan punya prinsip untuk menikmati suatu cerita di satu media saja. Misal, seperti Harry Potter, saya sudah nonton filmnya, maka saya tidak mau baca novelnya, atau seperti webtoon Stranger From Hell, karena saya menikmatinya duluan di webtoon, maka saya tidak mau menonton dramanya. Prinsip saya itu lebih karena ingin menghindari rasa kesal, kecewa, dan geregetan karena perbedaan pengembangan ceritanya, sih.

    Udah, segitu saja kesan dari saya. Terima kasih sudah membaca....

Tidak ada komentar